Bawaslu Perkuat Pengawasan Digital dan Antisipasi Ancaman AI untuk Pemilu 2029
|
Jakarta - Anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda mendorong penguatan pengawasan digital sebagai respons terhadap tantangan pemilu masa depan. Menurutnya, percepatan perkembangan teknologi, masifnya digitalisasi, dan meningkatnya penggunaan kecerdasan buatan (AI) menuntut Bawaslu untuk melakukan adaptasi strategis.
Herwyn menjelaskan bahwa pengawasan pemilu ke depan tidak lagi cukup dilakukan dengan pendekatan konvensional. Dinamika di ruang digital kini menjadi bagian penting yang harus diawasi secara serius.
“Perlu kita antisipasi bersama adalah konteks pengawasan ke depan, terutama penguatan kelembagaan, persoalan digitalisasi, dan dampak kecerdasan buatan. Pengawasan bukan hanya soal cara pandang, tetapi bagaimana kita merasakan dan membaca peristiwa yang terjadi di dunia digital,” ujar Herwyn saat membuka FGD Evaluasi Tata Kelola Organisasi Pengawas Pemilu, Minggu (16/11/2025).
Ia menilai digitalisasi memiliki potensi negatif yang harus diantisipasi agar tidak berdampak pada proses demokrasi. Karena itu, penguatan pengawasan digital menjadi langkah progresif Bawaslu untuk mencapai pengawasan yang lebih akurat, mendalam, dan responsif terhadap kerawanan.
Lebih jauh, Herwyn menyebut pengawasan berbasis digital memungkinkan Bawaslu mendeteksi titik rawan pemilu secara lebih detail dan cepat.
“Bisa nanti kita mendeteksi titik rawan yang terjadi selama ini,” lanjutnya.
Dalam konteks penyusunan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), AI dinilai memiliki kemampuan strategis, mulai dari mengolah Big Data dari berbagai sumber, mendeteksi pola kerawanan tersembunyi, memberikan prediksi probabilitas kerawanan pada setiap tahapan pemilu, hingga memperbarui indeks secara real time. AI juga mampu mengurangi bias subjektif, sehingga menjadikan IKP lebih ilmiah, akurat, dan operasional.
Namun, Herwyn mengingatkan adanya ancaman baru yang muncul dari kemajuan teknologi AI, khususnya menjelang Pemilu 2029. Deepfake menjadi ancaman paling serius karena semakin realistis, cepat menyebar, dan sulit dibedakan dari konten asli. Selain itu, disinformasi kini berkembang melalui algoritma personalisasi atau micro-targeting, yang menyasar kelompok tertentu secara spesifik.
Untuk mengantisipasi ancaman tersebut, Herwyn menegaskan pentingnya penguatan regulasi pengawasan digital, pembangunan pusat analitik AI di Bawaslu, peningkatan literasi dan kompetensi SDM, serta penguatan keamanan siber. Ia juga mendorong kolaborasi erat dengan platform digital dan pengembangan sistem deteksi deepfake, bot, serta disinformasi agar manipulasi pemilu dapat dicegah dan integritas demokrasi tetap terjaga.
Herwyn, yang juga merupakan salah satu penulis buku Bawaslu di Era Big Data, menutup paparannya dengan menekankan bahwa kesiapan menghadapi perkembangan teknologi adalah kunci menjaga kualitas pemilu di masa depan.***
Penulis: Gunawan Kusmantoro
Foto: Dok. Bawaslu RI
Sumber: Bawaslu RI